Selasa, 10 Mei 2011

pdf pos

STULOS 8/2 (September 2009) 177-192
POSMODERNISME DAN HERMENEUTIKA
POS-STRUKTURALISME
Erwin Sitompul, M.Th.
Posmodern memiliki sejarah yang panjang, melalui tokoh-tokoh seperti:
F.W Nietzsche (1844-1900) dan Martin Heidegger (1889-1976), yang
dianggap sebagai pemancang silsilah posmodernisme. Nietzche dengan
maklumatnya “kematian Tuhan”, dan Heidegger dengan “berakhirnya
filsafat”. Dan pengaruh posmodern tersebut sangat besar khususnya
terhadap filsuf-filsuf Perancis, yaitu: Roland Barthes (1915-1980)
dengan maklumat “kematian pengarang!” dan Michael Foucoult
(1926-1984), serta Jaques Derrida (1930-2004) dengan konsep
dekonstruksi.
ASAL-USUL PEMIKIRAN POSMODERNISME
Nietzsche adalah seorang peminat seni klasik dan mahasiswa filologi,
pada umur 25 tahun (1869) Ia telah menjadi guru besar di Basel.
Kendati Ia seorang profesor tetapi lebih merupakan sastrawan.
Keberatannya terhadap agama Kristen adalah keberatan terhadap
ajaran yang menyebabkan diterimanya apa yang ia sebut sebagai
“moralitas budak”; bahwa agama Kristen mengajarkan penyerahan
kepada apa yang dinilai sebagai kehendak Tuhan, sedangkan manusia
yang menghargai dirinya sendiri jangan bertekuk lutut di hadapan
Kekuasaan yang lebih tinggi; dan bahwa Gereja-Gereja Kristen telah
menjadi kebohongan para tiran, dan membantu musuh demokrasi
untuk menolak,kebebasan dan terus menggencet orang miskin.
Nietzcshe tidak tertarik terhadap kebenaran metafisis atau agama
Kristen, ataupun agama apa saja; dengan yakin ia mengatakan bahwa
tidak ada agama yang sungguh-sungguh benar. Selanjutnya dikatakan
bahwa agama Kristen merosot, penuh dengan pembusukan dan anasir
tinja; kekuatan penggeraknya adalah pemberontakan orang-orang
ceroboh dan perusak. Pemberontakan ini dimulai oleh orang-orang
Yahudi, dan dihawa ke dalam agama Kristen oleh “penderitaPOSMODERNISME
178 DAN HERMENEUTIKA
penderita suci” sepenti Paulus, yang tidak mempunyai kejujuran.
“Perjanjian Baru adalah ajaran dan seorang manusia yang
memalukan.” Agama Kristen adalah kebohongan yang paling fatal
dan paling menawan yang pernah ada.1

Tokoh kedua adalah Heidegger, ia tertarik akan pertanyaan
tentang “mengada” (atau apa artinya untuk berada). Gagasan tentang
mengada berasal dan Parmenides dan secara tradisional merupakan
salah satu pemikiran utama dan filsafat Barat. Persoalan tentang
mengada dihidupkan kembali oleh Heidegger setelah memudar karena
pengaruh tradisi metafisika dan Plato (428 sM) hingga Descartes2
(1596-1650), dan belakangan ini pada masa Pencerahan (1796).3
Sebagaimana kita tahu bahwa tradisi Descartes yang pada
puncaknya era pencerahan (abad XVIII) tersebut adalah pendorong
lahirnya modernitas; Pemikiran Descartes inilah yang merevolusi
filsafat, telah menjadi titik tolak segala refleksi zaman modern yang
tampil sebagai isme-isme. Descartes menghimpun segenap refleksi
problem kesadaran yang disebutnya cogito. Rasio adalah pusat realitas;
observasi menjadi pegangan kebenaran; manusia adalah subyek
sejarah. Pemikiran yang berpusat pada subyek ini dianggap
bertanggungjawab atas segala efek negatif yang muncul di zaman
1Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, Bab XXV, terj. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), hl. 989-1005
2Rene Descartes dianggap sebagal pendiri filsafat modern. Ia mulai mendirikan
sebuah bangunan ilmu pengetahuan. “Aku” yang terbukti ada disimpulkan dan fakta yang
aku pikirkan, maka aku ada ketika aku berpikir, dan hanya saat itu. Jika aku berhenti
berpikir, tidak ada bukti tentang eksistensiku. Aku adalah sesuatu yang berpikir, sebuah
zat yang seluruh sifat atau esensinya berupa pikiran. Karenanya, jiwa seluruhnya berbeda
dan tubuh dan lebih mudah mengetahui daripada tubuh, sehingga seolah-olah tidak ada
tubuh. Selanjutnya Descartes bertanya pada diri sendiri: Mengapa cogito begitu nyata?
Dia menjawabnya sendiri bahwa ini disebabkan cogito itu jelas dan nyata. Kemudian dia
mengadopsi pninsip berikut sebagai aturan umum: Semuanya yang aku pahami secara
sangat jelas dan nyata ada!ah benar.
3Lih. Karl Barth, From Rousseau to Ritschl (London: SCM Press, 1952), hl. 151-52,
khususnya tokoh Imanuel Kant (1724-1804) dengan esainya pada 1784, Kant memberikan
jawaban bagi pertanyaan penting:” Apakah pencerahan itu? “Pencerahan adalah
direpresentasikan oleh orang-orang yang keluar dan penundukan din dan minoritas.
Kelompok kecil tersebut adalah yang tidak mampu untuk menggunakan pengertiannya
tanpa dipandu oleh seseorang. Kelompok kecil tersebut menundukan din bukan karena
kurangnya pengertian,tetapi kurangnya suatu ketetapan hati dan merasa menggunakan
keteguhan hati tersebut tanpa panduan dari yang lain.Beranilah berpikir (Sapere aude!).
Milikilah keberanian untuk menggunakan pengertian yang kau miliki, itulah semboyan
dan Pencerahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar